Kalah Bukan Pasrah

Kalah Bukan Pasrah
Sumpah Pemuda

Kamis, 28 Februari 2013

Logika "HUKUM" Demokrat

Ini Logika Hukum Pembubaran Demokrat !

RIMANEWS : Mon, 25/02/2013 - 08:05 WIB
Korupsi yang menjerat sejumlah kader Partai Demokrat (PD) membuat sejumlah elemen masyarakat mendesak pembubaran partai berlambang mercy tersebut. Jika benar-benar Indonesia negara hukum dan supremasi hukum harus ditegakkan.Salah satu yang mendesak pembubaran PD adalah Koordinator Eksekutif Gerakan Perubahan (Garpu), Muslim Arbi. Dalam siaran persnya, Minggu malam (24/2/2012), Muslim menjelaskan logika hukum yang melandasi desakannya itu.“Ketetapan MPR No. XI Tahun 1998 tertanggal 13 November, dengan tegas menyatakan penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang menurut konsideran mengingatnya merujuk Pasal I ayat (2), Pasal 2 ayat (2), Pasal 4, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 33 UUD 1945,” katanya.
Dalam Pasal 4 TAP MPR tersebut disebutkan upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.
Dalam pertimbangan TAP MPR tersebut, lanjutnya, dikatakan bahwa tuntutan hati nurani rakyat menghendaki adanya penyelenggara negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, agar reformasi pembangunan dapat berdayaguna dan berhasil.
Dan bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi praktek-praktek usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tertentu yang menyuburkan KKN, yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha merusak sendi-sendi penyelenggara negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.
“TAP MPR hingga sekarang ini realitanya belum di cabut, maka jika ada ketua umum parpol ada yang dijadi tersangka oleh KPK dan mengikat pada parpol tersebut karena jabatannya, parpol tersebut sudah melakukan pelanggaran berat terhadap amanat TAP MPR itu,” begitu ujar Muslim Arbi.
Selanjutnya, ia membaca Pasal 1 ayat (3) huruf a. UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, termasuk pengujian terhadap UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) hal putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; dan putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “Ini artinya, ada kewenangan MK untuk membubarkan partai politik” katanya.
Selanjutnya ia menjelaskan Pasal 40 ayat (3) huruf d. dan e. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang menyebutkan Partai Politik dilarang meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya; ataumenggunakan fraksi di MPR, DPR, DPRD provinsi/kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai politik.
Begitu juga Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang menyatakan AD dan ART dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai Politik; Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik. Pasal 23 ayat (1) disebutkan pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
“Pada konteks UU Parpol, ada larangan yang jelas jika partai tidak boleh meminta atau menerima dana dari BUMN. Begitu pula hal perubahan AD dan ART partai yang harus dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi. Kedua pasal ini terkesan dilanggar oleh Partai Demokrat,” tutur Muslim Arbi lagi seraya menegaskan bahwa proses demokrasi itu dilaksanakan bukan seenaknya melainkan harus ikut aturan dan sesuai konstitusi.
Baik dalam membaca kedua undang-undang, yakni UU MK dan UU Partai Politik tersebut. Kemudian dihubungkan dengan tuduhan KPK terhadap tersangka Anas Urbaningrum yang menggunakan Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50 juta dan paling banyak Rp. 250 juta terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Dan membaca Pasal 12 huruf a. dan b. yang menyatakan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak Rp. 1 miliar rupiah, jika terdapat pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; dan jika pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.Maka menurut, Muslim Arbi, dengan penetapan Anas oleh KPK sebagai tersangka didasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan beberapa kali termasuk pada hari Jum’at (22/2) itu dan dalam kaitan dengan proses penyelidikan terkait dugaan penerimaan atau janji berkaitan dengan proses perencanaan pelaksanaan pembangunan sport center Hambalang dan atau proyek-proyek lainnya. Yang mana untuk kasus Hambalang disangkakan terhadap Anas, telah menerima hadiah mobil mewah Toyota Harier oleh PT Adhi Karya yang merupakan BUMN bidang konstruksi.“Dengan KPK kemudian menggunakan jeratan hukum Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a. dan b. UU Pemberantasan Korupsi, adalah tepat oleh karena kejahatan korupsi itu telah melanggar Pasal 40 ayat (3) huruf d. dan e. UU Partai Politik,” tuturnya.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat dalam pertemuan di kediaman Ketua MTP Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas, Bogor pada Minggu (24/2) dini hari, yang telah memutuskan pucuk pimpinan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat (PD) untuk sementara dijalankan empat pimpinan DPP, yakni dua Wakil Ketua Umum Max Sopacua dan Jhonny Alen Marbun, Sekretaris Jenderal Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dan Direktur Eksekutif Toto Riyanto.
“Setidaknya telah melampaui kewenangan yang diatur oleh Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 23 ayat (1) UU Partai Politik. Sehingga MK bisa mempertimbangkan dari berbagai undang-undang, termasuk TAP MPR No. XI Tahun 1998, yang membuat keberadaan Partai Demokrat bisa dinilai bertentangan dengan UUD 1945,” imbuhnya.
Ia kemudian mengutip pernyataan dari pengamat hukum Universitas Jember Widodo Eka Tjahyana yang menilai, bahwa penetapan Anas sebagai tersangka sangat memperburuk citra Partai Demokrat, bahkan akan berpengaruh pada Pemilu 2014. Apalagi apabila Anas nanti terbukti menggunakan uang negara seperti dari BUMN (PT Adhi Karya) untuk kegiatan pemenangannya sebagai ketua umum atau kegiatan partai lainnya, maka PD dapat dibubarkan oleh MK. Termasuk partai itu diperkirakan terancam untuk dibubarkan oleh MK, lantaran juga banyaknya kader partai penguasa tersebut yang terjerat kasus korupsi.
Selain itu, ia pun mengutip pernyataan Koodinator Sigma (Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia), Said Salahudin, Sabtu (23/2), bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang mengatur kewenangan MK untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu parpol bisa dibubarkan oleh MK.
Aturan itu menurut Said sudah jelas, tertuang dalam pasal 68 ayat (2) UU No 24 Tahun 2003 tentang MK jo Pasal 2 huruf b Peraturan MK No 2 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Pembubaran Partai Politik.
Larangan terhadap kegiatan parpol dimaksud pun disebutkan pada Pasal 40 ayat (2) huruf a UU No 2 Tahun 2008, sebagaimana diubah dengan UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Dikatakan oleh Said bahwa korupsi yang dilakukan secara berkomplot oleh pengurus inti partai yang meliputi ketua umum, bendahara umum, wakil sekretaris jenderal, dan para pejabat lain pada parpol yang sama, tidak bisa disebut sebagai kegiatan korupsi individual oknum parpol, tapi kegiatan korupsi itu harus dikualifikasikan sebagai suatu kejahatan yang dilakukan oleh parpol secara kelembagaan. Sehingga, parpol tersebut bisa dibubarkan.
Salah satu alasan parpol dapat dibubarkan oleh MK, bila kegiatan partai politik bertentangan dengan UUD 1945, atau akibat yang ditimbulkannya bertentangan dengan UUD 1945. Sebelumnya pada 3 Agustus 2012, seniman Pong Hardjatmo beserta Ridwan Saidi, Judilherry Justam, M. Ridha, Gatot Sudatro, dan Masyarakat Hukum Indonesia (MHI), memasukkan permohonan uji materi UU MK tentang pembubaran partai politik di Gedung MK, Jakarta. Dalam permohonan tersebut, mereka mengajukan gugatan untuk pembubaran Partai Demokrat yang dianggap telah merugikan rakyat terkait banyaknya kader partai yang terlibat korupsi. [ach/lensaindonesia.com]


Bayar Rp. 3 juta

Mau Jadi Caleg di Madura? Bayar Rp 3 Juta


TEMPO.CO, Bangkalan - Pemilihan Umum 2014 masih jauh, namun sejumlah partai politik di daerah sudah sibuk menggaet calon-calon anggota legislatif yang mau bergabung dengan partai mereka. Bahkan, di Kabupaten Bangkalan partai-partai melakukan ‘perang tarif’ untuk mendapatkan calon terbaik.
Partai Demokrat Kabupaten Bangkalan, misalnya, memasang tarif kompetitif yaitu Rp 3 juta untuk calon eksternal (non kader) dan Rp 1,5 juta untuk calon internal (kader) yang ingin mendaftar sebagai calon anggota DPRD Bangkalan dari partainya. »Untuk calon perempuan, gratis," kata Ketua DPC Partai Demokrat Ismail Hasan, Kamis 28 Februari 2013.
Menurut dia khusus caleg prempuan memang digratiskan biaya pendaftarannya supaya kuota 30 persen perempuan di setiap daerah pemilihan terpenuhi. "Untuk kampanye dan lain-lain ditanggung sendiri," ujarnya.
Dalam memilih calon legislator, Ismail mengatakan tidak harus selalu kader. Tokoh masyarakat non kader pun akan diutamakan. "Siapa yang bayar, dia yang dicalonkan," katanya sambil terkekeh.
Namun Ismail mengaku hingga kini pendaftar caleg Demokrat masih didominasi kader dan masih jauh dari target untuk menjaring setidaknya 50 orang calon legislatif. "Mungkin karena baru dibuka pekan lalu," katanya.
Jurus Demokrat kalah dengan PKB Bangkalan yang sudah lebih dulu bergiat menggandeng calon-calon legislator. "Kuota caleg kami sudah full," kata Ketua Fraksi PKB DPRD Bangkalan, Humron Maula.
Tidak mengherankan, PKB memasang tarif lebih murah dibanding Demokrat. "Mau kader, non kader, bayar Rp 2 juta," kata Humron. Tidak hanya itu, uang Rp 2 juta tersebut sudah termasuk biaya akomodasi seperti kaos dan spanduk. "Semua daerah pemilihan caleg kami sudah full," katanya lagi.
Sebagai partai yang identik dengan NU, kata Humron, tidak sulit bagi partainya mencari calon legislator. PKB misalnya mewajibkan seluruh pengurus PAC untuk mendaftar. PKB juga menjatah khusus beberapa kursi caleg untuk tokoh NU, kiai, Muslimat NU dan organisasi sayap lainnya Fatayat NU. Di setiap daerah pemilihan dipastikan minimal dua calon legislatif perempuan.
Menurut Humron, lebih awal menyeleksi caleg lebih baik. Karena para caleg bisa sejak jauh hari bersosialisasi kepada masyarakat untuk memperoleh banyak dukungan.




Jumat, 15 Februari 2013

Asset SBY Familly

Korbankan Anas, SBY ingin Aman dari Jeratan Korupsi

JAKARTA, RIMANEWS - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menumbalkan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum karena ingin mencari aman untuk menyelamatkan citra partai dari turunnya elektabilitas.

Pengamat Politik Yudi Latief menilai, hal ini merupakan kejadian yang baru ketika SBY berupaya melakukan pencitraan dari prahara yang merundung partainya.

"Ya sepertinya watak SBY ambil jalan aman, dan pencitraan menjadi sesuatu penting untuk SBY," jelas Yudi, di Dapur Selera, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (10/2/2013).
Dia melanjutkan, apa yang dilakukan SBY saat ini tidak ada yang istimewa selain ingin menyelamatkan partai, namun sangat disayangkan karena dirinya mengorbankan Anas.

"Merosotnya popularitas dan elektabilitas di survei, SBY tampaknya langsung mengambil jalan untuk citra, agar bisa selamat," tegasnya.
Menurut dia, cara SBY mengorbankan Anas ialah, agar terkesan di masyarakat dugaan kasus korupsi yang diduga dilakukan Anas dalam pembangunan Sport Center, Hambalang, Bogor, berbeda jarak dengan partainya.

"Dan ambil jalan penyelamatan pun dengan citra aman, termasuk karena adanya persepsi Demokrat bahwa aktor pentingnya yang membuat elektabilitas merosot adalah Anas, jadi seolah ada treatment agar ada jarak," pungkasnya.


Pengamat politik : 
Gun Gun Heriyanto menjelaskan kecil kemungkinan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat yang digelar besok akan membahas soal Kongres Luar Biasa (KLB) dalam rangka melengserkan Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum (ketum).

 Menurutnya, hingga saat ini, belum ada dasar yang kuat bagi Demokrat untuk menendang Anas dari posisi penting di partai berlambang Mercy itu.

"Saya melihat kecil kemungkinan akan KLB. Ada beberapa faktor yang menurut saya masih dipertimbangkan Demokrat sehingga tak akan merencanakan KLB untuk saat ini,", kata Gun Gun mengutip sindonews, Sabtu (16/2/2013).

Faktor yang pertama adalah, jika kasus hukum yang disangkakan kepada Anas tak kunjung jelas, maka upaya partai untuk menggeser Anas kemungkinan susah."Tidak ada tautan dasar hukumnya dalam konstitusi partai," tegasnya.

Faktor kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam hal ini sebagai Ketua Majelis Tinggi tentu saja sudah berhitung cermat, jika upayanya mendorong KLB itu hanya akan menciptakan perang terbuka.

Faktor ketiga, jikapun KLB didorong, belum tentu menjadi mekanisme yang mudah melengserkan Anas. Bahkan bisa jadi, jika dibuka kesempatan untuk pengambilan suara, posisi Anas justru makin menguat, dan bisa saja SBY dipermalukan.

Sebaliknya, jika Anas dinyatakan sebagai tersangka, maka sudah pasti memudahkan bagi SBY dan elite Demokrat yang non Anas langsung mengamputasi mantan Ketua Umum HMI itu dari Demokrat. "Kemungkinan SBY tak akan zero sum game," tukasnya.[ian/Snw]






Selasa, 12 Februari 2013

Sindiran Buat Demokrat

Terungkap Guyonan Demokrat Soal Proyek Hambalang

Guyonan tersebut muncul April 2010 lalu, saat pembahasan anggaran.

Selasa, 12 Februari 2013, 18:25
Proyek Hambalang di Sentul, Bogor
Proyek Hambalang di Sentul, Bogor(VIVAnews)


VIVAnews - Anggota Komisi X DPR RI, Zulfadli, diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek Hambalang untuk tersangka Andi Mallarangeng. Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama lima jam, Zulfadli mengungkap adanya guyonan saat pembahasan anggaran proyek Hambalang, bahwa proyek itu adalah 
"Proyek Demokrat".

"Memang ada guyonan itu," kata Zulfadli usai pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 12 Februari 2013.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan guyonan tersebut muncul pada April 2010, saat Komisi X DPR tengah melakukan pembahasan anggaran proyek Hambalang. 

Di tengah rapat, Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azwar tiba-tiba berkelakar. Politisi Golkar itu menyindir bahwa pembahasan proyek Hambalang ini ditujukan untuk kader-kader Partai Demokrat yang akan menggelar kongres pada Mei 2010  untuk memilih ketua umum.

"Guyonan itu dari Pak Rully, bahwa pembahasan anggaran ini dalam rangka Demokrat-1," ujarnya.

Guyonan itu sempat ditimpali Anggota Komisi X DPR dari fraksi Demokrat, I Gede Pasek Suardika. "Itulah susahnya. Memang sekarang ini sedang menuju Demokrat-1," kata Zulfadli, mengutip celetukan Gede Pasek saat itu.

Zulfadli sendiri enggan menafsirkannya. Akan tetapi, dia tidak menampik bahwa guyonan itu mengindikasikan bahwa proyek Hambalang memang dipersiapkan untuk kongres Partai Demokrat. "Memang timing-nya (waktunya) pas ya," ucapnya.








Jumat, 08 Februari 2013

JERAT ANAS


JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menegaskan belum ditetapkannya Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dugaan korupsi proyek Hambalang, bukan karena menunggu perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya, Anas belum menjadi tersangka dalam kasus proyek di Kemenpora itu karena memang belum ada bukti cukup. 

"Tidak ada nunggu-nunggu SBY," tegas Abraham di kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/2). Ia menjelaskan, status Anas sampai saat ini masih sebagai terperiksa. Menurutnya, sejauh ini belum ada alat bukti yang cukup untuk menetapkan Anas sebagai tersangka.

Ia pun membantah kabar yang menyebut Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) untuk Anas sudah dikeluarkan Kamis (7/2) malam. "Belum (ada)," tegasnya.

Sebelumnya ramai diberitakan Anas sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi megaproyek Hambalang. Kabar lain juga menyebut Ketua Umum Partai Demokrat itu menjadi tersangka kasus gratifikasi.

Namun Juru Bicara KPK Johan Budi membantah pemberitaan soal Anas sudah menjadi tersangka. Menurut Johan, informasi yang bukan dari pimpinan KPK atau orang yang resmi diperintahkan pimpinan KPK untuk menyampaikan perkembangan penanganan perkara dan kinerja KPK, hanya isu belaka alias hoax. (boy/jpnn)












Utamakan Urusan Anas, SBY Pulang Cepat


BOGOR - Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) malam ini menggelar pertemuan dengan sembilan anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/2). Pertemuan yang juga akan dihadiri oleh Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu rencananya akan diselenggarakan pada pukul 20.00 WIB nanti.

Namun, sekitar sejak pukul 14.00 siang tadi, Presiden sudah meninggalkan Istana Negara di Jakarta Pusat. Ia pulang lebih cepat dari jadwal sehari-hari. Biasanya Presiden kembali ke Cikeas pada sore atau malam hari.

SBY tiba di kediaman pribadinya, Puri Cikeas Indah sekitar  pukul 15.13 WIB. Ia menumpang mobil dinas merk Mercedes Benz warna hitam berplat RI 1, SBY didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono. Saat ini puluhan awak media massa pun telah berjubel di depan gapura Puri Cikeas untuk menunggu para Elit Demokrat yang datang.

Mereka adalah sembilan anggota Majelis Tinggi Demokrat yang akan dikumpulkan SBY, yaitu Wakil Ketua Majelis Tinggi (Anas Urbaningrum), dua orang Wakil Ketua Umum (Johnny Allen Marbun dan Max Sopacua), Sekretaris Jenderal (Edhie Baskoro alias Ibas), Wakil Ketua Dewan Pembina (Marzuki Alie), Sekretaris Dewan Pembina (Jero Wacik), Sekretaris Dewan Kehormatan (T.B. Silalahi), dan Direktur Eksekutif (Toto Riyanto).

Seperti diketahui, pertemuan malam ini akan membahas strategi penyelamatan Demokrat yang pamornya terus merosot belakangan ini. Rencananya, usai rapat, SBY bakal mengumumkan solusi penyelamatan partai yang didirikannya itu. SBY ingin menata kembali partainya dan membangun kader partai yang bersih dan cerdas.

"Ketua Dewan Pembina sudah memiliki opsi-opsi bagaimana untuk menata kembali Partai Demokrat ini dan juga bagaimana agar melakukan suatu manajemen organisasi yang bisa mengkonsolidasi semua kader Partai Demokrat," kata Syarief Hasan, Kamis malam kemarin. (flo/jpnn)




Petinggi PD Mulai Berdatangan di Rumah SBY


JAKARTA - Satu per satu anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat sudah mulai berdatangan di kediaman Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Majelis Tinggi PD, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Jumat malam (8/2). Mereka datang untuk menghadiri pertemuan khusus dengan SBY.

Dari pantauan JPNN, tokoh PD yang telah hadir di antaranya Max Sopacua. Bekas wartawan TVRI itu datang dengan mobil Mercy warna silver bernopol B1254 RFS.

Selanjutnya ada Syarief Hasan datang dengan Toyota Camry bernomor B1254 RFS. Sedangkan Wakil Ketua Umum PD, Johny Alen Marbun datang dengan mobil Lexus bernopol B 406 JAM.

Tak berselang lama Anas Urbaningrum muncul dengan mobil Nissan Elgrand hitam bernopol B 1683 NKP, lantas Nurhayati Ali Assegaf dengan mobil Alphard B 17 NHH. Sedangkan Jero Wacik datang dengan mobil Toyota Crown Royal Salon B 1198 RFS.

Setelah pertemuan ini, SBY berencana akan menggelar jumpa pers pada pukul 21.00 WIB. Tapi belum diketahui materi jumpa pers yang akan disampaikan SBY. 

Namun, dari keterangan para elit Demokrat itu kemarin (7/2), SBY akan mengungkapkan solusi yang terbaik untuk menyelamatkan parta binaannya. Pasalnya, partai pemenang Pemilu 2009 itu dianggap telah terpuruk dengan elektabilitas hanya 8,3 persen.

Nama Anas disebut-sebut sebagai salah satu penyebab turunnya pamor Demokrat. Hal ini karena ia selalu dikait-kaitkan dengan kasus dugaan korupsi, terutama di proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang. 

Belum lagi partai ini dicap sebagai partai terkorup karena beberapa politisinya terjerat kasus korupsi. "Presiden akan menyampaikan solusi dan opsi untuk partai, kita tunggu saja penyelesaiannya," ujar Jero, Kamis kemarin. (flo/jpnn)






Selasa, 05 Februari 2013

Keputusan MK

MK Menolak Permohonan Pemohon PHPU Kab. Pamekasan
Selasa, 05 Februari 2013 | 19:55 WIB 

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak permohonan Pemohon perkara PHPU Kabupaten Pamekasan 2013 - Perkara No. 6/PHPU.D-XI/2013 - pada Selasa (5/2) sore di Ruang Sidang Pleno MK.  “Amar putusan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Pleno Moh. Mahfud MD didampingi para hakim konstitusi lainnya.

Terhadap dalil Pihak Terkait terkait eksepsi bahwa permohonan Pemohon tidak menguraikan hal-hal mengenai kesalahan hasil rekapitulasi perolehan suara yang ditetapkan Termohon, Mahkamah tidak berwenang mengadili perkara a quo. Menurut Mahkamah, eksepsi Pihak Terkait tersebut telah dipertimbangkan, sehingga mutatis mutandis dianggap telah dipertimbangkan dalam pendapat Mahkamah ini.

Selanjutnya menanggapi soal nama ganda dari Pemohon yaitu Halil dan Moh. Khalil Asy’ari. Menurut Mahkamah, nama ganda tersebut hanyalah persoalan administrasi. Hal itu sesuai dengan Penetapan Pengadilan Negeri Kelas IB Pamekasan No. 191/Pdt.P/2012/PN.Pks bertanggal 1 November 2012 yang menyimpulkan bahwa Halil juga dikenal dengan nama lain yaitu Moh. Khalil Asy’ari.

Selain itu, sebagaimana keterangan Saksi Mohammad Dhohiri anggota KPU Kabupaten Pamekasan, pada saat verifikasi pasangan calon, dipastikan bahwa nama Halil dan Moh. Khalil Asy’ari adalah orang yang sama. Tindakan KPU Kabupaten Pamekasan yang menggugurkan Pihak Terkait dengan alasan adanya perbedaan nama Halil dan Moh. Khalil Asy’ari adalah tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu.

Di samping itu, menurut Mahkamah, mempersoalkan masalah perbedaan nama padahal orangnya sama, sehingga menyebabkan seorang warga negara kehilangan hak untuk dicalonkan (right to be candidate) dan kehilangan hak untuk dipilih (right to be elected) sebagai kepala daerah adalah pelanggaran terhadap konstitusi.

Di samping itu, masih menurut Mahkamah, Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menegaskan bahwa tindakan tidak meloloskan Pengadu (dalam hal ini Pihak Terkait) sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pamekasan, karena ada perbedaan nama pada ijazah, KTP merupakan tindakan yang ceroboh dan tidak cermat serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, tindakan KPU Provinsi Jawa Timur yang mengambil alih penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Pamekasan dan menetapkan Halil alias Moh. Khalil Asy’ari sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Pamekasan 2013 tanggal 11 Desember 2012 adalah tindakan yang sah secara hukum. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum.

Seperti diketahui, Pemohon adalah Kholilurrahman dan Mohammad Masduki selaku pasangan calon nomor  urut 2. pihak Terkait adalah Achmad Syafii dan Moh. Khalil Asy’ari selaku pasangan calon nomor urut 3. Sedangkan Termohon adalah KPU Provinsi Jawa Timur yang diwakili kuasa hukumnya, Robikin Emhas dkk.